OJK Keluarkan 35 Kebijakan untuk Mendorong Perekonomian Nasional
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengeluarkan 35 kebijakan yang bertujuan menciptakan stimulus bagi pertumbuhan perekonomian nasional. Kebijakan tersebut diharapkan dapat berperan terhadap pembangunan nasional sehingga meningkatkan kesejahteraan rakyat, memperkuat daya tahan industri jasa keuangan, dan memperluas akses keuangan masyarakat.
Kebijakan dilakukan dengan menerbitkan dan menyesuaikan peraturan yang terdiri dari 12 kebijakan di sektor Perbankan, 15 kebijakan di sektor Pasar Modal, 4 kebijakan di sektor Industri Keuangan Non Bank (IKNB), 4 kebijakan di bidang edukasi dan perlindungan konsumen. Ketua Dewan Komisioner OJK Muliaman D. Hadad meyakini kebijakan-kebijakan ini akan mampu menjaga pertumbuhan kredit perbankan, pertumbuhan pasar modal dan perkembangan Industri Keuangan Non Bank agar bisa mendorong pertumbuhan ekonomi tetap tumbuh sesuai target, kata Muliaman.
Beberapa kebijakan ini bersifat temporer selama dua tahun dengan melihat perkembangan kondisi perekonomian mendatang. Kebijakan OJK tersebut adalah:
Sektor Perbankan (12):
- Tagihan atau kredit yang dijamin oleh Pemerintah Pusat dikenakan bobot risiko sebesar 0 (nol) persen dalam perhitungan Aset Tertimbang Menurut Risiko (ATMR) untuk risiko kredit;
- Bobot risiko untuk Kredit Kendaraan Bermotor (KKB) ditetapkan sebesar 75% dalam perhitungan ATMR untuk risiko kredit;
- Penerapan penilaian Prospek Usaha sebagai salah satu persyaratan restrukturisasi kredit tanpa mempertimbangkan kondisi pasar maupun industri dari sektor usaha debitur;
- Pelaksanaan restrukturisasi kredit sebelum terjadinya penurunan kualitas kredit;
- Penurunan bobot risiko kredit beragun rumah tinggal non program pemerintah ditetapkan sebesar 35%, tanpa mempertimbangkan nilai Loan To Value (LTV) dalam perhitungan ATMR untuk risiko kredit;
- Penurunan bobot risiko KPR Rumah Sehat Sejahtera (RSS) dalam rangka program Pemerintah Pusat Republik ditetapkan sebesar 20%, tanpa mempertimbangkan nilai Loan To Value (LTV) dalam perhitungan ATMR untuk risiko kredit;
- Penurunan bobot risiko Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang dijamin oleh Jamkrida dapat dikenakan bobot risiko sebesar 50%;
- Penilaian kualitas kredit kepada 1 (satu) debitur atau 1 (satu) proyek hanya berdasarkan ketepatan pembayaran pokok dan/atau bunga dinaikkan dari paling tinggi Rp 1 milyar menjadi paling tinggi Rp 5 milyar hanya didasarkan atas ketepatan pembayaran pokok dan atau/ bunga;
- Penilaian kualitas kredit kepada UMKM dengan jumlah lebih dari Rp 5 milyar yang dikaitkan dengan peringkat penilaian Kualitas Penerapan Manajemen Risiko (KPMR) dan Peringkat Komposit Tingkat Kesehatan bank;
- Penetapan kualitas kredit setelah dilakukan restrukturisasi;
- Penetapan kualitas kredit setelah dilakukan restrukturisasi dengan tenggat waktu pembayaran (grace period) pokok, selama masa grace period;
- Persyaratan Peringkat Komposit Tingkat Kesehatan bagi bank yang melakukan penyertaan modal dalam rangka:
b) Tambahan penyertaan untuk penyelamatan perusahaan anak berupa bank.
Sektor Pasar Modal (15):
- Pengembangan Infrastruktur Pasar Repurchase Agreement (REPO), mencakup pengaturan mengenai Repo, pengembangan produk Repo, serta layanan settlement transaksi REPO yang dilengkapi monitoring dan konsep 3rd party Repo
- Pengembangan UKM untuk Go Public, mencakup penyusunan ketentuan untuk pengembangan UKM, serta Pembuatan papan khusus untuk UKM;
- Penetapan Electronic Trading Platform (ETP), mencakup pengembangan trading platform surat utang terintegrasi yang digunakan oleh pelaku dan dimanfaatkan untuk kebutuhan pengawasan;
- Penggunaan Bank Sentral untuk Penyelesaian Transaksi, mencakup implementasi penggunaan Bank Sentral selain pengunaan Bank Pembayaran untuk layanan jasa penyelesaian dana di pasar modal;
- Rencana penerbitan produk derivatif Indonesia Government Bond Futures (IGBF), dalam rangka pengembangan Pasar Surat Berharga Negara (SBN);
- Pengembangan Obligasi Daerah dalam rangka mendukung program pemerintah terkait pembangunan infrastruktur;
- Penggunaan Bond Index Surat Utang sebagai indikator acuan di pasar surat utang Indonesia yang digunakan secara luas oleh pelaku pasar;
- Perluasan produk investasi di Pasar Modal melalui Penerbitan Efek Beragun Aset Surat Partisipasi (EBA-SP), untuk meningkatkan pertumbuhan pembiayaan perumahan di Indonesia serta membantu Lembaga Jasa Keuangan dalam memperoleh likuiditas dari pasar modal sebagai sumber pembiayaan yang terjangkau bagi masyarakat menengah dan kecil;
- Peraturan Segmentasi Perizinan Wakil Perantara Pedagang Efek (WPPE) yang meliputi 3 (tiga) tingkatan, yaitu WPPE, WPPE khusus pemasaran, dan WPPE khusus agen pemasaran;
- Peraturan Tentang Sistem Pengelolaan Investasi Terpadu, dalam rangka mengoptimalisasi dan melakukan efisiensi atas proses transaksi dan operasional di dalam industri pengelolaan investasi;
- Penerapan Extensible Business Reporting Language (XBRL) dalam rangka penyediaan informasi yang akurat dan dapat diandalkan;
- Peningkatan BUMN dan anak BUMN yang Go Public, dalam rangka membantu BUMN dalam penggalangan dana untuk kegiatan pengembangan usaha, sekaligus mendorong likuiditas pasar;
- Implementasi Electronic Book Building, dalam rangka meningkatkan transparansi dan fairness antar investor;
- Peraturan terkait Pasar Modal Syariah, dalam rangka memberikan relaksasi pengaturan dan kepastian hukum terkait efek syariah sehingga mempunyai level of playing field dengan efek konvensional;
- Penerbitan Pedoman Tata Kelola Emiten atau Perusahaan Publik, dalam rangka mendorong perusahaan untuk mempraktikkan tata kelola perusahaan yang baik;
- Relaksasi Kebijakan Non Performing Financing (NPF) Perusahaan Pembiayaan, dalam rangka mendorong pertumbuhan piutang pembiayaan oleh industri Perusahaan Pembiayaan (PP);
- Pengembangan Asuransi Pertanian, untuk meningkatkan akses para petani ke sistem keuangan sehingga sektor pertanian nasional dapat terus tumbuh dan berkembang;
- Pembentukan Rating Agency Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), dalam rangka mengurangi isu asymmetric information dalam pendanaan UMKM dan menghadapi era Masyarakat Ekonomi Asean (MEA);
- Pengembangan Lembaga Keuangan Mikro, yang difokuskan pada upaya mendorong LKM yang belum berbadan hukum agar segera mengajukan permohonan pengukuhan menjadi LKM sesuai UU LKM.
- Peningkatan Budaya Menabung, dalam rangka mendukung peningkatan akses keuangan masyarakat;
- Edukasi dan Akses Keuangan UMKM, dalam rangka mendorong peningkatan akses pembiayaan Lembaga Jasa Keuangan (LJK) kepada UMKM dan mendorong capacity building UMKM di bidang pengelolaan keuangan;
- Pemberdayaan Konsumen, dalam rangka meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap Industri Jasa Keuangan maupun LJK;
- Pencegahan Penghimpunan Dana/Investasi Tanpa Izin, dalam rangka meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga jasa keuangan formal.